Bidah Shalawat Hey Tayo: Seruan Kepada Armada Bus Untuk Bershalawat Agar Dapat Syafaat Dari Nabi Muhammad


Penulis: Inan

Hey Tayo, Hey Tayo marilah bersholawat
Agar dapat
Syafaat
dari Nabi Muhammad


Belum lama ini, di sosial media, beredar sebuah video yang menggemparkan jagad perbidahan Indonesia. Kehebohan itu terjadi lantaran video yang tersebar berisi ajakan untuk bersholawat yang kemudian diberi nama: “Sholawat Tayo.”

Silahkan cek akun instagram @dokterbidah unggahan yang diberi judul sholawat tayo, pada saat esai ini ditulis, video tersebut sudah dilihat hingga 50ribu lebih.


Perlu dicatat di sini, bahwa Hey Tayo Hey Tayo Marilah Bershalawat itu merupakan jingle atau yel-yel dari perlombaan hadrah di Bantul.

Tayo yang dimaksud tentu saja merujuk pada karakter bus Sumber Kencono yang imut dan lucu dalam film kartun Tayo the Little Bus. Serial animasi asli Korea yang pertama kali saya ketahui dari keponakan saya yang usianya bahkan belum genap tiga tahun.

Dan seperti biasanya, perdebatan ilmiah tingkat dewa pun terjadi. Kubu yang gatel dan alergi segera menganggap video itu sebagai bentuk bidah terkaffah yang pernah ada. 


Sedangkan, kubu yang mendukung berpendapat bahwa ajakan bersholawat tidak harus selalu mengikuti pakem karena pada dasarnya, tuntunan sholawat ada yang tertulis dan ada yang tidak.

Baca juga:  Gus Dur dan Teknologi di Era Milenial

Padahal, dalil mengenai sholawat itu dari dulu sudah jelas. Jelas-jelas menjadi bahan perdebatan yang tiada akhir maksudnya. Jadi, tak perlu lah membahasnya di sini. Capek saya. Unfaedah.


Maksudnya begini, lebih baik fenomena itu dilihat dari sisi lain. Dari sisi semangat dakwahnya misalkan.

Karena, disadari atau tidak, pada dasarnya ajakan di atas merupakan bentuk strategi marketing yang sangat sesuai dengan tuntutan generasi milenial. 


Dengan menggandeng popularitas Tayo, bisa jadi para pendendang dalam video itu sedang memperkenalkan kanjeng Nabi kepada khalayak luas, terutama anak kecil dengan cara-cara yang lebih populer dan kekinian.

Di sisi lain, bagi sebagian orang yang menilai bahwa Islam itu berwajah galak, hadirnya video ini justru berupaya untuk menampilkan wajah Islam yang nggemesi. 


Setidaknya kita tidak akan menganggap bahwa Tayo itu galak jika sudah menonton filmnya. Apa lagi dalam kasus ini ia mau diajak bershalawat.
Kalau dirunut, strategi dakwah Islam yang seperti ini bukanlah hal baru. Sebenarnya strategi itu sudah ada semenjak ratusan tahun lalu. Bahkan jauh hari sebelum negara yang katanya menganut sistem pemerintahan thaghut ini berdiri.

Baca juga:  Gus dan Kiai

Menengok kembali ke masa lalu, penyebaran agama Islam di tanah Jawa dapat dikatakan mengalami kemajuan pesat pada era walisongo. Sejarah mencatat bahwa di masa tersebut para wali berhasil menyebarkan agama Islam tanpa harus menumpahkan darah karena mereka menempuh jalan yang selow.

Mengapa demikian? Sebab para wali sadar bahwasanya penduduk Nusantara dikenal sebagai masyarakat penikmat kesenian dan hiburan, apa lagi (dan ini yang paling penting) kalau gratis.

Alih-alih menggunakan cara kasar dengan senggol sana-sini–yang saya yakin susah untuk diterima, para wali justru menggunakan kesenian yang sudah ada sebagai medium dakwahnya. Mereka tidak berusaha untuk mengubah kebudayaan asal karena jelas akan ditentang secara terang-terangan namun mencoba untuk memadukannya.

Karena seni bersifat universal, secara perlahan para wali pun kemudian memasukkan nilai-nilai keislaman dalam kesenian yang pada saat itu sedang populer. Mereka mengajak para penduduk setempat untuk memahami Islam melalui cara yang lebih gampang, melalui hal-hal yang sudah mereka kenal.

Sebut saja sunan Kalijaga yang menambahkan unsur-unsur keislaman dalam setiap pertunjukan wayangnya atau sunan Bonang yang berdakwah menggunakan media gamelan serta menciptakan suluk-suluk yang sesuai dengan ajaran moral-spiritual Islam.

Walhasil, penduduk lokal secara sukarela menerima ajaran Islam. Para penduduk pun tidak pernah dipungut biaya dalam setiap pertunjukan yang digelar oleh para wali. Sebagai gantinya, mereka diminta untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.

Baca juga:  Terong atau Solanum Melongena dan Ketergesaan dalam Menilai Sesuatu

Andaikan saat itu para wali tidak menggunakan cara-cara semacam ini, mungkin agama Islam di tanah Jawa akan bernasib sama seperti yang terjadi di Spanyol. Dulu, ketika ekspansi militer pasukan Islam memasuki wilayah Spanyol, boleh jadi agama mayoritas penduduk di sana adalah Islam. Namun, ketika kekuasaan Islam terlepas dari Spanyol, banyak penduduk yang kembali kepada kepercayaan lamanya.

Itu semua terjadi sebab Islam yang disebarkan di Spanyol melalui ekspansi militer dan bukan melalui pendekatan sosial budaya sebagaimana yang dipraktikkan oleh walisongo. Oleh sebab itu, tidak dapat bertahan lama.

Saya sendiri menduga bahwa apa yang dipraktikkan oleh kelompok rebana dalam video tersebut tak lain merupakan perwujudan dari apa yang sudah pernah dijalankan oleh walisongo beberapa abad silam. 


Bedanya kalau walisongo dulu mengajak manusia untuk memeluk Islam, maka, tak tanggung-tanggung, kelompok rebana dalam video ini justru mengajak bus. 

Luar biasa kan, Akhi?

Baca esai menarik lainnya yang ditulis oleh INAN.
Komentar Facebook
0