Ngaji Gus Rum; Meskipun Bangkai, Kulit Binatang Bisa Disucikan Dengan Disamak Administratorrr Ngaji Gus Rum 17 November 2018 0 2 min read Zaman modern ini, kita tahu cara pemindahan makanan dan barang hampir semuanya menggunakan plastik, mulai dari air minum kemasan sampai tempat cemilan semuanya didominasi material plastik. Keunggulan plastik terletak pada; murah, tahan lama dan dapat diandalkan. Namun keunggulan ini juga bisa menimbulkan dampak buruk karena plastik termasuk barang yang sulit mengurai. Butuh puluhan tahun untuk mengurai sampah plastik ketika ditanam di tanah. Pada abad pertengahan, sebelum dikenalnya teknologi plastik. Salah satu material yang digunakan untuk memindahkan barang ialah berasal dari kulit hewan. Hasil produk dari kulit banyak digunakan untuk wadah air minum, alas kaki, tas, pakaian, dll. Sehingga wajar tema penyamakan kulit menjadi salah satu konten yang menjadi pembahasan hadis Nabi saw. Penyamakan sendiri adalah sebuah proses pengubahan kulit mentah (skin) menjadi kulit jadi (leather). Di setiap peradaban, teknik pemanfaatan kulit hewan kemungkinan besar memiliki cara yang berbeda-beda. Namun setidaknya ada tiga tahap dasar yang harus dilalui agar menjadi kulit jadi (leather). Pertama, persiapan kulit mentah untuk disamak, kedua penyamakan, ketiga proses finishing kulit yang telah disamak. Baca juga: Ngaji Gus Rum: Kisah Perempuan Musyrik yang Diminta Airnya Oleh Nabi MuhammadApa yang menjadi materi hadis kali ini masuk pada bagian awal, yakni persiapan kulit mentah untuk disamak. Sebelumnya patut diketahui pula bahwa fikih Islam memberi hukum najis mutawasithah (najis sedang) pada bangkai. Apa yang dimaksud dengan bangkai? Dalam Islam, selain bangkai yang dikenal pada umumnya. Hewan yang ketika disembelih tanpa dibacakan nama Allah juga disebut bangkai, dari sinilah dapat dimengerti ‘menyentuh bangkai diberi hukum najis’. Sekalipun demikian, sesuatu yang najis bisa berubah suci. Salah satunya ialah kulit bangkai yang najis bisa menjadi suci dengan cara disamak, Hadis Riwayat Ibn Abbas: Idza dubigha al-Ihab, Faqad Thahura (al-Ihab ketika disamak, maka al-Ihab telah menjadi suci) Ihab sendiri memiliki arti -kulit yang belum disamak-, sebut saja dengan kulit mentah. Sedangkan kulit yang sudah jadi disebut syannan atau tirbatan. Kulit bangkai itu pada dasarnya najis ketika masih berwujud kulit mentah, namun saat sudah melewati proses penyamakan hukumnya berubah menjadi suci. Latar belakang hadis ini bermula saat Rasulullah saw. menjumpai bangkai kambing kepunyaan Maimunah, kemudian Rasulullah bertanya, Baca juga: Hukum Seputar Khamr; Bagaimana Jika Menggunakannya Untuk Berobat?“Kenapa tidak dimanfaatkan?”. “Lho… itu kan bangkai wahai Nabi, kan Najis?” “Dagingnya memang haram dimakan, namun kulitnya tak mengapa disamak”. Sehingga, sekalipun berasal dari kulit mentah bangkai. Kulit-bangkai setelah melewati berbagai proses penyamakan, akhirnya kulit tersebut berubah statusnya menjadi suci. Mungkin penggunaan barang berbahan kulit dalam keseharian kita sendiri, saat ini telah jarang ditemukan. Namun teknologi plastik dengan keunggulannya; murah, tahan lama dan dapat diandalkan. Meski demikian, plastik mempunyai dampak buruk bagi bumi, sebab membutuhkan puluhan tahun agar dapat mengurai secara alami. Penulis: Mujib Romadlon, redaksi. Disarikan dari Ngaji Gus Rum di Masjid Manunggal Bantul. Jumat, 16 November 2018 Baca juga tulisan menarik yang ditulis oleh Mujib Romadlon. Komentar Facebook 0