Apa Yang Terjadi Jika Ada Orang yang Minum Menggunakan Wadah Yang Terbuat Dari Perak

Ngaji Hadis Malam Sabtu di Pendopo Parasamia Bantul oleh Gus Rum (03/11/2018) FOTO: sabak/niam

Bantul, 9 November 2018. Ngaji Bulughul Maram kali ini, masih berkaitan dengan hadis riwayat Hudzaifah bin Yaman pekan lalu, tentang pelarangan perabotan emas-perak sebagai alat untuk makan dan minum

Bila periwayat hadis pada minggu kemarin adalah sosok bernama Hudzaifah bin Yaman yang juga mendapat sebutan pemegang rahasia Rasulullah kali ini periwayat hadisnya adalah Umi Salamah. 

Rasulullah berkata: 

“Orang yang minum dengan wadah yang terbuat dari perak, sama saja ia menuangkan neraka Jahannam ke dalam perutnya.” 

Secara tersurat larangan tersebut hanya membicarakan larangan minum melalui wadah dari perak. Namun secara tersirat juga memberitahukan bahwa, jika minum dari wadah perak saja dilarang, apalagi dengan wadah emas?. 

Membahas tentang wadah, pada dasarnya aktivitas makan dan minum merupakan aktivitas lumrah dan wajar, sehingga secara hukum asalnya adalah mubah

Meski demikian, perkara mubah tersebut bisa menjadi sebuah aktivitas yang ada nilai pahalanya, salah satu caranya adalah niat di dalam hati, misalnya ketika minum atau makan sambil niat di dalam hati “semoga saat aku makan dan minum ini bisa menjadikan ibadah ku lebih khusyuk dan kuat setiap harinya.” 

Oleh karenanya, dalam setiap amal perbuatan apapun yang pada dasarnya tidak bernilai ibadah (mubah), bisa bernilai ibadah kepada Allah swt. dengan catatan “meniatkan sebagai ibadah.” 
Sebuah Perbuatan Yang Dianggap Dosa Besar

Berdasarkan hadis di atas, yang terdapat redaksi “….seperti memasukkan neraka Jahanam ke dalam perutnya”. Maka pelanggaran terhadap hadis ini merupakan sebuah maksiat yang berujung dosa besar. 

Sebuah perbuatan dapat dikelompokkan menjadi dosa besar dilihat dari beberapa hal berikut ini: 

Pertama, Adanya kalimat ancaman yang dikatakan Rasulullah sendiri. 

Ancaman berwujud neraka Jahanam yang tertulis dalam hadis ini bisa dijadikan salah-satu contohnya. Siksaan jahanam selayaknya kita hindari dengan cara tidak melaksanakan kemaksiatan dalam konteks ini “meminum dari wadah yang terbuat dari perak.” 

Kedua, adanya hukuman nyata ketika di dunia (hudud). 

Contohnya adalah Pencurian yang berakibat pada hukuman (had) potong tangan. Pembunuhan yang berkonsekuensi pada hukuman mati (qisas) dan denda. Perzinaan dengan hukuman tertinggi adalah mati (rajam), cambukan (jildah) dan pengasingan. 

Ketiga, adanya lafal yang berarti laknat Allah dan Rasulnya bila perbuatan tersebut tetap dilaksanakan. 

Seperti: Allah melaknat orang-orang yang menggambar tubuhnya (tato). Allah juga melaknat orang-orang yang suka menyerupai lawan jenisnya; laki-laki yang berpakaian atau berlagak seperti perempuan. Begitu juga sebaliknya, perempuan yang menyerupai laki-laki. 

Namun, yang perlu diingat bahwa, pintu Taubat dari segala maksiat itu selalu ada. Tidak pernah tertutup sama sekali. Kecuali dosa melakukan kesyirikan. Sebesar apapun dosa yang ditanggung seorang Hamba, Allah akan selalu membuka pintu taubatnya. 

Makna yang terakhir adalah bahwa keberadaan Neraka Jahanam itu memang benar adanya. Dan harus yakin, Terbukti dengan redaksi Rasulullah Muhammad yang menyebutkan lafal jahanam secara tersurat sebagai ancaman bagi seorang muslim yang melanggar perintah Nabi Muhammad untuk tidak menggunakan wadah minum yang terbuat dari perak. 

Kisah Taubatnya Seorang Pembunuh 

Ada sebuah kisah tentang seorang pembunuh yang ingin bertaubat, Ia mendatangi seorang ahli ibadah: 

“Aku telah membunuh 99 orang, adakah pintu taubat untukku?” 

“Tidak! Dosamu terlalu besar” 

Mendengar demikian, dengan emosi kemarahan ia genapkan korbannya menjadi yang ke 100 dengan membunuh seorang ahli ibadah tersebut. 
Setelah pembunuhannya yang ke 100 itu, ia tak menyerah untuk mencari pintu taubat, datanglah ia ke seorang ahli ilmu (Alim), 

“Aku telah menggenapkan pembunuhanku sebanyak 100 orang, bahkan yang terakhir adalah seorang ahli ibadah. Masih adakah pintu taubat?” 

“Pintu taubat selalu ada kepada siapapun yang menginginkannya. Hanya saja aku punya syarat, yakni jika engkau benar menginginkannya, tinggalkanlah daerah kelahiranmu. Tujulah satu tempat yang di sana banyak berisi ahli ilmu dan ibadah, agar engkau sungguh-sungguh berubah”. 

Dalam perjalanan menuju tempat berkumpulnya para ahli ilmu dan ibadah. Ternyata ajal telah menjemputnya. Kasus kematiannya pun mangakibatkan percekcokan antara malaikat rahmat dengan malaikat laknat: 

“100 pembunuhan sudah menjadi bukti, bahwa laknat Allah lebih tepat baginya”. 

“Tidak bisa! Ia sedang dalam proses taubat, ia berhak mendapatkan rahmat Allah!” 

Allah pun mengutus malaikat yang ketiga sebagai hakim dengan memerintahkan kedua malaikat tersebut untuk mengukur ‘mana jarak yang lebih dekat dari daerah asal ke daerah tujuan’, 

Apabila letak meninggalnya pemuda ini lebih dekat dengan daerah asal, berarti pemuda ini milik malaikat laknat, namun apabila letak meninggalnya pemuda ini lebih dekat di daerah tujuan, berarti pemuda ini milik malaikat rahman. 

Hasilnya, jarak menuju tempat tujuan hanyalah satu jengkal saja. Sehingga orang ini pun dibawa oleh Malaikat Rahmat.

Penulis: Mujib Romadlon

Komentar Facebook
0
Baca juga:  Kerendahan Hati Nabi; Menambal Gelas Sendiri Dengan Perak