Curcol si Santren dan si Sanial Administratorrr Cerpen 28 November 2018 0 12 min read Ilustrasi: rizkamldna Penulis: Hasan Fauzi Sabiq Santren merupakan seorang yang mempelajari agama dari kecil, dan lama tinggal di Pesantren kampungnya. Sedangkan Sanial seorang milenial, produk media, yang memiliki kesadaran agama di saat dia sudah dewasa dan belajarnya kebanyakan dari medsos. Santren adalah guru les kelas bahasa Inggris Sanial. Sehabis salat maghrib, si Santren mencari makan malam dengan temannya di sebuah warung makan. Pinggir sungai, sambil mendengarkan gemercik aliran air yang yang menerjang bebatuan. “Mbak, pesen makan dong!”. Si Santren memesan. Sambil membawa selembar kertas dan bolpoin. Seorang perempuan cantik melaju ke arah si Santren. ”Ini mas kalo mau pesan, tulis dulu yaa!”. Suaranya sungguh merdu dan sopan sekali. Si Santren sempat bergumam sambil cekikikan. ”Gimana ya kalau perempuan ini jadi istriku? ”. Selesai menulis pesanannya, si Santren menyerahkan kepada wanita tadi. Sambil menunggu pesanan, si Santren melihat orang-orang sekelingnya. Mereka bersenda gurau melepas penat karena dari pagi sampai siang, mereka belajar bahasa Inggris. Saat si Santren melihat sekelilingnya, tiba-tiba ada si Sanial menghampirinya. ”Sir, sering makan di sini juga?”. “Iya” jawab si Santren. Si Santren dan si Sanial kemudian bercerita, ngobrol kesana-kemari. Di sela-sela obrolan. Ada suara. ”Mas, ini ayam geprek dan es tehnya”. “Oh, iya mbak cantik, terimakasih”. Sahut si Santren. “Ayo makan! Udah makan belum sampeyan?”. Ajak si Santren ke si Sanial. “Oh udah, silahkan Sir”. Jawab si Sanial. Obrolan terus berlanjut sembari si Santren menikmati makanannya. Si Sanial bertanya pada si Santren. ”Sir, orang jawa itu baik-baik ya?”. “Iya dong, baik banget”. Sahut si Santren, sambil cengengesan, karena dia merasa disanjung sebagai orang jawa. “Tapi kenapa ya, temen kelas ku orang jawa, kok rambutnya panjang dan pakai kalung? Bukannya itu haram, Sir?”. Tanya si Sanial. Dengan mimik yang berubah agak serius, si Santren menjawab. ”Hush, jangan secepat itu bilang haram! Karena dalam benakku, kalau haram itu identik dengan hal yang tidak baik dan dosa”. “Loh tapi ada dalilnya kan, Sir?” Timpal si Sanial. “Iya tahu, maksud sampean mungkin dalil; Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari golongannya. Tapi apa sampean udah pelajari benar-benar, menyerupai itu dhahir (luar) apa batin (dalam) juga”. Jawab Si Santren. Si Sanial agak terdiam dan menunduk dan si Santren melanjutkan penjelasannya. ”Kalau saya boleh saran, jangan terlalu cepat menghukumi seseorang!”. Si Sanial hanya mengangguk dan diam saja. Akhirnya si Santren mencairkan suasana dengan pura-pura menggoda perempuan yang ada di sekelilingnya, dan merekapun tertawa. Sampai salah satu dari mereka sakit perut dan mengeluarkan air mata. Si Santren menghabiskan ayam geprek dan es tehnya. Dia kemudian tanya pada teman muridnya, yang dari tadi duduk dan diam di sampingnya, sambil terus mendengarkan obrolan. ”Bro, ente bawa rokok?”. “Wah, ngapurone, habis Sir”. Jawab temannya. “Oh iya lupa. Aku barusan beli rokok ding. Saya taruh di jok motor. Sek, tak ambil dulu”. Kata si Santren. Sehabis ambil rokok, si Santren balik ke meja makan dan mengambil korek dari dalam saku celananya. Setelah menyalakan rokok, si Santren bertanya pada si Sanial. ”Sampeaan sering mengikuti atau membaca medsos tentang hijrah dan jihad?”. Menurut sampean apa hijrah itu seperti yang ada di medsos?”. Si Sanial hanya terdiam dan tak mengeluarkan satu kata pun. “Seingat saya, Nabi Muhammad saw. dulu itu hijrah ketika beliau dalam keadaan yang sangat kepepet di Makkah dan harus hijrah ke Madinah, karena serangan orang kafir yang sudah begitu militan.” Lanjut si Santren. Sekali lagi Si Santren menjelaskan. ”Terus, apa sih pengertian jihad? Setahuku sebelum Islam hadir, jihad itu hanya dimaknai ketika seseorang gugur di medan perang melawan orang kafir. Tapi sekarang, pengertian jihad diperluas menjadi tak hanya orang berperang”. “Misal ketika seorang ibu melahirkan anak, dan ia meninggal, maka dia juga disebut syahid. Orang menuntut ilmu meninggal, dan masih banyak lagi. Dari situ, kita bisa melihat bahwa Nabi memberikan pemahaman sesuai konteks, bukan mempersempit. Tapi di era sekarang, orang-orang kok seneng mempersempit istilah seperti hijrah hanya dengan memakai jilbab panjang dan tertutup semua, dan jihad dengan menyerang lawan politik. Kan, jadi piye ngono rasane”. Si Sanial hanya mengangguk tanpa komentar apapun. Dia sedikit sadar selama ini hanya belajar lewat medsos, dan yang muncul yang begitu-itu. Suara adzan salat Isya pun berkumandang, dan mereka pun saling berpamitan untuk kembali ke asrama masing-masing. Komentar Facebook 0Baca juga: Ta'dzim (Episode 2)